MAJELIS MUSYAWARAH KUTUBUDDINIYAH (M2KD)

INSTANSI PONDOK PESANTREN MAMBAUL ULUM BATA-BATA PAMEKASAN.

FAN ILMU TAMARA 4 2018

Majelis Musyawarah Kutubuddiniyah PP. Mambaul Ulum Bata-Bata Pamekasan.

FAN MAJELIS MUSYAWARAH KUTUBUDDINIYAH MUBA

Dalam Ajang Panggung Besar Tamara Empat 2020. Meliputi Tafsir Ayatul Ahkam, Hadis Ahkam, sejarah, Qaidah fiqh, Fikih Empat Madzhab, Nahwu, dan Tasawwuf.

FAN ILMU TAMARA 5

GENERASI EMAS ISLAM.

FAN TAMARA 6 2021

Even Pesta Pendidikan.

FAN ILMU TAMARA 7

INPOSIBLE IS NOTING.

SELAMAT HARI RAYA IDUL ADHA 1443 H.

كل عام وانتم بخير.

KELUARGA BESAR ARKOM 13

Fose Bersama Dengan Para Pembimbing tahun 2020.

TAMARA ARKOM 13

OKE SIAP.

EMPAT LAGU LOYALIS M2KD



EMPAT LAGU LOYALIS M2KD

#MATEH ODIK M2KD
#THESI SHI NAI OTOKO-LAKI LAKI YANG TIDAK PERNAH BERHENTI


VISI MISI M2KD


Ayolah M2KD

Satukan Visi Misi

Yang Tak Pernah Berhenti

Itulah Laki-Laki

Tak Akan Mengenal Lelah

Mengkaji Dan Musyawarah

Di Majlis Kutubiyyah

Mengharap Ridha Allah

M2KD Bersatu

Yang Akan Selalu Maju

Qur’an Hadist Pedomanku

Itulah Keyakinanku

Aksi M2KD 3X Allah Allahuakbar 3X


TERIMA KASIH

Terima kasih 2x ust. Kusairi

Dari M2KD

Terima kasih 2x Dari M2KD

Untuk tadz Kusairi


M2KD ku M2KD ku

Kami bangga mendukungmu


Hari ini hari yang ku tunggu

Bertambah satu tahun usiamu

Bata-bata s’lalu


MATEH ODIK M2KD

Kami ini kader ulama’

Kami s’lalu dukung M2KD

Dimana kau berada disitu kami ada

Karna kami kader ulama'


AYO MAJU

Ayo majulah M2Kdku...

Ayo berjuang M2Kdku...

Berlombalah dengan rasa bangga...

Demi M2KD di dada...2x

Ooo... ooo.... ooo...3x

Bangga mengawalmu hai pahlawan...

Bangga bisa bersamamu kawan..

Berjuang meraih kemenangan...

Demi sebuah kehormatan...2x


LAGU KEBANGSAAN M2KD



LAGU KEBANGSAAN M2KD

Majelis Musyawarah Kutubuddiniyah

Majelis kebanggaan

Qur’an Hadits sebagai landasan dasar

Dalam pemikiran …….

Ijma’ Qiyas anut empat madzhab

Islam iman ihsan dan taqwa …….

BaldatunThoyyibatun Warobbun Ghafur

Impian bersama

Pem Pem Pem Pem Pem Pem..

Majelis Musyawarah Kutubuddiniyyah Muba

Tempat kader ulama’ ……….

Mambaul Ulum Bata-Bata tercinta

Pujaan bersama ……

Mari kita bersama …..

Mengkaji ilmu agama

Menuntaskan segala macam masalah

Dengan musyawarah …..

Pem Pem Pem Pem Pem 2x

Back to

PROFIL M2KD








PROFIL MAJELIS MUSYAWARAH KUTUBUDDINIYAH
PP. MAMBAUL ULUM BATA-BATA PAMEKASAN

Majelis Musyawarah Kutubuddiniyah yang kemudian disingkat menjadi M2KD berdiri pada kurang lebih sekitar tahun 1999, yang merupakan hasil studi banding santri-santri senior Pondok Pesantren Mambaul Ulum Bata-Bata kebeberapa pondok pesantren yang ada diluar Madura. M2KD adalah organisasi (suku, yang sekarang dirubah Direktur) sebuah otonom intra pesantren yang agenda kerjanya terkonsentrasi pada segmen kutubiyyah, khususnya yang berhubungan dengan permasalahan fiqh aktual.

Dan semenjak berdirinya M2KD sempat vakum pada sekitar tahun 2004, dan setelah itu barulah M2KD bangkit kembali dengan segala macam perubahan mulai dari program dan kegiatannya, sistem musyawarah hingga nama ketuanya yang dulunya diistilahkan dengan presiden maka setelah sempat mengalami stagnasi berubah menjadi kepala suku yang sekarang dirubah menjadi Direktur dengan penuh pertimbangan dan beberapa alasan yang tentunya sangat logis sekali. Tujuan berdirinya M2KD adalah untuk mewadahi kreatifitas santri dalam “seni kitabiyah” yang dipadukan dengan program-program unggulan, seperti musyawarah, muraja’ah dan kajian-kajian yang lain. Organisasi ini terus berkembang dan mencari jati dirinya untuk mengembangkan penguasaan terhadap kutubussalaf.

Akhirnya pada permulaan tahun 2005, organisasi ini ditangani langsung oleh Ketua Dewan Pembina M2KD yang tak lain adalah Dewan A’wan PP. Mambaul Ulum Bata-Bata RH. Moh Tohir Zain. Dibawah binaan beliau, M2KD berkembang sangat pesat. Semenjak itulah Pondok Pesantren Mambaul ulum Bata-Bata mulai aktif dalam acara bahtsul masail yang diadakan oleh beberapa pondok pesantren baik ditingkat Madura atau se-Jawa Timur.

Program-program Majelis Musyawaroh Kutubuddiniyah (M2KD)

  • Marhalah Mubtadiin, Di marhalah ini ditargetkan para anggota sudah bisa menguasai kajian kitab kuning, meliputi teori baca kitab kuning, menentukan bentuk dan kedudukan dari tiap-tiap lafadz serta arti mufradat pada tek lafadnya.
  • Marhalah Mutaqoddimin, Di marhalah ini pula para anggota majlis musyawaroh kutubuddiniyah (M2KD) juga ditargetkan sudah bisa membaca, memahami dan mentashowwurkan serta mempraktikan isi kandungan kutubuddiniyah, sehingga mereka nantinya bisa mengkaji dan mampau mengibaratkan suatu ibarot hukum syara’ dengan menggunakan ibarat yang rasioinal.

Lembaga binaan M2KD

Seiring dengan pesatnya pertumbuhan dan perkembangan santri yang ingin mengikuti kegiatan pendidikan di M2KD dan untuk memberi bekal mereka di dalam hal kutubiyah maka didirikanlah beberapa lembaga/instansi binaan antara lain:

  • PRAKOM (Pra Komisi). Pra komisi (PRAKOM) merupakan Sebuah program yang mengasah anak didik agar bisa membaca kitab kuning dalam jangka kurang lebih tiga bulan dengan metode praktis (kitab Futuhu al-Mannan). Dan pesertanya rata-rata diambil dari santri yang sama sekali tidak tahu terhadap kitab kuning.
  • ARKOM (Alumni PRAKOM). Kemudian untuk menampung lulusan prakom dan agar mereka bisa mengembangkan kemampuannya di dalam membaca dan memahami kitab kuning maka dibangunlah lembaga yang husus untuk menampung Alumni PRAKOM yang (ARKOM) sebuah program lanjutan dari PRAKOM yang lebih memahami kandungan kitab Fathul Qorib serta pentashowurannya, dan pesertanya hanya diambil sebagian saja yang telah diwisuda dari Prakom yang dianggap lebih semangat dan mempuni.
  • FIKIH’S (Fikih Substansi) Fikih sbstansi (FIKIH’S) Merupakan suatau instansi yang mana program ini lebih kepada praktik isi kandungan kitab (Fathu al-Qorib) yang dilengkapi dengan peraga sebagai penunjang bagi peserta didik.
  • ALFANS (Alumni Fikih Substansi) Sebuah program lanjutan dari Fikih’s yang orientasinya lebih kepada fan Faroid. Dan semua lembaga binaan M2KD untuk mengukur prestasi peserta didik (mampu tidaknya) dibuktikan dengan wisuda.
  • MAULANA (Masa'ilul Fiqhi Tarji'u Ilaina) merupakan suatu instansi yang lebih konsen terhadap manhaj ushuli, mengistimbat/menggali hukum dari dalil aslinya. Bukan hanya bermadzhab qauli tetapi juga bermadzhab manhaji.

GAYA HIDUP

Mereview Ulang Buletin Minhaj Edisi 22

Judul      : NIKAH KASTA=PAKSA

Rubrik    : Gaya Hidup

Oleh       : RKH. Moh. Tohir Abdul Hamid.

   You are what you wear. Anda adalah apa yang anda pakai. Adigium ini memang relative sebagaimana konsep Albert Einstein. Tidak mesti memang seseorang yang menggunakan jubah –misalnya- adalah seorang alim yang berwawasan tinggi. Karena di Arab sana bahkan tukang sampah saja menggunakan Gamis lengkap dengan ikat kepalanya. Namun bagaimanapun juga yang tampak secara lahiriah sedikit banyak memang menunjukkan apa yang tidak tampak. Katakanlah, adigium di atas boleh dijadikan justifikasi terhadap pengaruh fenomena terhadap nomena. (pola pikir inilah yang telah menjadi sugesti mayoritas). 

    Secara umum, sebelumnya ada dua konsep atau gaya dalam sistem ekonomi dunia, kapitalisme dan sosialisme. Kapitalisme adalah system yang terbuka dan liberal. Dimana seseorang dipersilahkan mempunyai kekayaan atau aset tak terbatas selama masih dalam koridor hokum yang telah disepakati bersama (legal formal). Pemerintah dan pemegang otoritas hanya menjadi semacam “wasit” yang memastikan segala peraturan formal ditepati. Sedangkan sosialisme adalah system yang lebih tertutup. Paradigmanya-pun adalah pemerataan. Di mana pemerintah menjalankan peran “orang tua” yang membagi adil jatah pada seluruh anak-anaknya. Dalam praktiknya, sosialisme lebih hati-hati terhadap persaingan bisnis negara asing atau global. 

    Kedua system ini mempunyai plus-minus masing- masing. Sosialisme dalam satu sisi memang terkesan lebih “fair”. Tidak ada gap yang terlalu lebar antara si kaya dan si miskin (seperti di Vietnam yang rumah penduduknya disamakan semua). Pemerintah juga lebih mudah untuk “mengatur” kehidupan masyarakatnya (termasuk juga gaya hidup). Hanya saja hal seperti itu akan “mengebiri” kebebasan bermasyarakat dan membunuh kreatifitas dalam banyak hal yang merupakan salah satu asas dalam hak asasi manusia (human right). 

      Kapitalisme sendiri memang nampak lebih populer. Sistem yang dipakai mayoritas negara di dunia ini memang menawarkan banyak keunggulan secara kasat mata. Pasar yang bergairah, perekonomian yang tumbuh signifikan (seperti China yang mengalami booming luar biasa sejak pindah dari sistem ekonomisosial menuju kapital), pertumbuhan industri yang luar biasa (karena adanya stimulus) membuat system ini dinilai lebih efektif dan efisien untuk diterapkan diberbagai macam negara. Hanya saja, kapitalisme membawa “anak kandung” yang bernama hedonisme. Hedonisme atau terjemahan bebasnya “foya- foya” adalah gaya hidup glamor yang dimungkinkan terjadi dengan sistem kapitalis yang liberal itu. Bagaimanapun ketika menggunakan paradigma kapitalis yang di mana pemilik modal (capital) adalah penentu segalanya, kita akan cenderung berpandangan praxis pragmatis (melihat yang tampak oleh mata saja) atau fenomenologis. Belum lagi gap yang ada antara si miskin dan si kaya yang semakin lama akan semakin besar (seperti di Indonesia). Dan ujung-ujungnya, hal seperti itu akan menciptakan gaya hidup yang juga cenderung berorientasi pada kebendaan belaka dan kurang “berkenan” tentang nilai-nilai yang tidak tampak seperti moral dan etika berbangsa (nomena). 

    Dalam empiriknya, negara- negara penganut madzhab kapitalisme lambat laun mulai mengeluh tentang hedonisme ini. Mereka pada umumnya sangat puas dengan sistem itu dari ranah ekonomi dan bisnis. Hanya saja mereka sangat khawatir tentang dampak atau konsekuensi logis dari kapitalisme itu sendiri (hedonisme). Lalu ketika ditanya tentang fenomena ini, seorang ekonom senior dunia yang juga penasehat presiden USA mengatakan bahwa sistem kapitalis masih yang terbaik dari yang ada (dengan paradigma “bebasnya” itu). Hanya saja harus diimbangi dengan politik yang baik. Karena bagi beliau, seharusnya politik itu kembali pada tugas sucinya yaitu menjadikan masyarakat bermoral. Jadi, silakan melakukan apa saja dalam ekonomi selama masih dalam koridor yang diperbolehkan, tapi politik haruslah mampu untuk menjaga hal negative dari sistem kapitalisme itu sendiri. 

    Sementara itu ada satu system lagi yang banyak dilupakan oleh sebagian besar dari kita (termasuk muslim sendiri) yaitu system ekonomi syariah (Islam). Yang mana paradigma yang digunakan adalah penyatuan utuh (integritas) antara dunia usaha, bisnis, sosial, dan Agama. Dalam kata lain “silakan anda melakukan apa saja dalam dunia ekonomi (tentu saja selama tidak menyalahi legal formal), silahkan anda menjadi orang sekaya apapun, tapi jangan pernah melupakan siapa anda sebenarnya. Jangan melupakan kewajiban anda (seperti infaq, zakat, dll) sebagaimana anda tidak melupakan hak-hak anda”. Tidakkah system syariah ini mirip dengan solusi sang pakar tadi? Sebelum anda bertanya, disini saya tidak akan membahas tentang hukum ekonomi. Saya bukan orang yang ahli dibidang itu. Hal diatas adalah sekedar pengenalan secara global tentang bagaimana sebuah gaya hidup bisa terbentuk. Walaupun bukan satu-satunya faktor determinan, saya pikir hal diatas cukup mewakili semua hal tersebut. Dan tentu saja akan juga mengena dengan pokok pembahasan kita, gaya hidup. 

    China dan India adalah dua negara yang sudah mempergunakan madzhab kapitalisme dalam ranah ekonomi, dan mereka puas atas hasilnya. Akan tetapi mereka juga memperkuat “tujuan suci” politiknya guna membentuk peradaban warganya dengan cara mempertahankan tradisi secara kuat dan konsisten. Bagi orang China dan India, kebudayaan luar (dalam hal ini barat/western) adalah sebuah pelengkap semata. Tidak ada yang lebih utama bagi mereka selain budaya lokal yang mereka punyai. Jepang malah melangkah lebih maju lagi. Selain mempertahankan, mereka juga berhasil “menjual” kebudayaannya kepada dunia global lewat berbagai media. Adanya Naruto, Conan Edogawa, Pokemon (ngga pake “thok”) dan sejenisnya merupakan gambaran riil akan hal itu. Walaupun ketiga negara contoh tadi tidak serta merta terbebas oleh “penjajahan” kebudayaan (yang naga-naganya mempengaruhi gaya hidup), mereka relatif berhasil “mengendalikan” kapitalisme. Dan Indonesia? Ini dia masalahnya. 

    Gaya hidup masyarakat kita luar biasa. Sebagai negara yang mayoritas penduduknya adalah muslim (bahkan terbesar sedunia), gaya hidup kita “agak jauh” dari Islam. Penerimaan kita secara mentah-mentah terhadap kapitalisme dan ekonomi liberal dengan segala konsekuensinya membuat kita cenderung melihat segala sesuatu dari yang tampak saja (fenomena bukan nomena). Apa yang tidak? Pondok pesantren saja kini secara perlahan namun pasti telah juga berpikiran “praktis pragmatis”. Kalau dulu kedudukan kiai diukur oleh seberapa mampu beliau menguasai ilmu (teori) dan amal (empiris) kini justru relative ditakar dengan hal kebendaan. Seorang kiai akan dianggap “besar” kalau dia mengendarai kendaraan mewah terbaru yang built-up. Atau dengan fisik bangunan pesantrennya yang megah dan luas. Atau juga dengan koneksi politiknya yang “menggurita”. Kalau di pesantren saja sudah seperti itu, bagaimana dengan masyarakat “awam” lainnya? 

    Pola pikir praktis pragmatis bawaan kapitalisme ini cenderung berbahaya. Seorang calon legislative yang membutuhkan dana banyak untuk lolos menjadi legislator (karena masyarakatnya sudah sangat pragmatis) cenderung akan korupsi bukan? Pun demikian dengan kepala daerah, gubernur, dan bahkan presiden. Dan ketika paradigma “kebendaan” ini terus dipertahankan, maka kita akan melihat seseorang, sesuatu, atau bahkan semuanya dari yang hanya kelihatan oleh mata kita. Korupsi adalah rejeki! Sedangkan yang ditahan hanyalah karena apes saja! Tidakkah itu memprihatinkan? Dan jangan-jangan besok mereka sudah tidak percaya lagi pada akhirat sebagaimana umat-umat lampau karena sifatnya yang tidak kelihatan itu? Waduh.

Terlepas dari itu semua, ada satu hal lagi yang akan hilang dari pola pikir di atas (yang pada akhirnya mengerucut pada gaya hidup), matinya sebuah keadilan! Dengan hedonisme, orang yang terbaik adalah yang paling “cool”, paling kaya, paling berkuasa. Wanita yang terbaik adalah yang paling cantik, seksi, kaya! Sangat transaksional...(hee). 

    Di mana keadilan jika kacamata kebenaran adalah hal seperti itu? Karena sebagaimana yang kita tahu, manusia dan modalnya itu ada dua. Pertama yang bersifat eksternal. Dalam hal ini yang saya maksudkan adalah apa yang kita tidak bias “mengintervensinya” seperti fisik dan faktor keturunan (hereditasi). Gambarannya, mana ada sih orang yang diberikan hak option oleh Tuhan tentang jenis wajah yang akan dia miliki? Kedua adalah yang bersifat internal. Hal ini kita bisa dan harus mengintervensinya semaksimal mungkin. Otak, ilmu, pola pikir, dan prilaku adalah wujud nyata dari yang kedua ini. Nah, jika seseorang yang terbaik diukur dengan instrument yang pertama, lalu lagi-lagi dimana keadilan itu sendiri? Sesuatu yang tidak logis. Bahkan jika itu sudah menjadi sugesti mayoritas! al-Quran sendiri juga dengan tegas mengatakan bahwa yang terbaik adalah yang paling bertaqwa, dan itu faktor yang kedua. Pun demikian, hal inilah yang juga membedakan Islam dengan Agama lain yang menggunakan paradigma kasta. Dan jujur, saya insya Allah tidak termasuk orang yang bermasalah dengan modal pertama tadi (secara, manis dan menarik), namun tetap saja saya merasa semua hal itu keliru. Lagi pula ini bukan tentang saya, tapi semuanya. 

BERSAMBUNG

GALERI FAN M2KD

 GALERI M2KD

    FAN ILMU TAMARA 4


 




  FAN ILMU TAMARA 5

   






FAN TAMARA 6








FAN ILMU TAMARA 7










NIKAH PAKSA



  Buletin Minhaj edisi 22

NIKAH

Kasta=Paksa

Oleh: M. Izzat Fawaid

        Semua agama, ras, dan suku-suku yang ada di dunia memandang pernikahan adalah sesuatu yang sangat sakral. Oleh karena itu apapun ajarannya dan tradisinya setiap kali ada pasangan yang akan menikah selalu diadakan acara yang sifatnya perayaan. Walaupun teknis kepercayaan dan tradisinya tidaklah sama.

        Hal ini terjadi bukan hanya ketika manusia mengenal barang-barang modis atau stylis akan tetapi, manusia merayakan pernikahan sejak berabad-abad silam ketika piring dari tanah liat atau gunung yang disulap menjadi rumah sudah dianggap sebagai sebuah kemewahan. Bukanlah perayaannya yang membuatnya sakral akan tetapi kesakralannya yang membuat adanya perayaan. Karena esensi dari menikah itu sendiri adalah sakral. Menyatukan dua persepsi, dua keluarga, dua tradisi atau dua budaya adalah bukti kesakralan pernikahan.

        Dibanding agama-agama lain yang dianut oleh seluruh penduduk bumi. Islam adalah agama yang berada digarda terdepan dalam kehati hatian dan ke universalan tentang peraturan pernikahan. Hal ini karena memang seluruh ajaran Islam bercorong pada firman Allah SWT QS. Al-Anbiya’ 107. Bahwa Agama Islam diajarkan di dunia untuk memberikan kenyamanan bagi seluruh makhluk hidup. Pernikahan diatur sedemikian rapi tanpa celah. Demi menjaga keteraturan garis keturunan dari ketimpangan dan kesenjangan, agar tidak seperti hewan yang tidak ada aturan dalam berkembang biak. Istilah kasarnya; siapa mau dia dapat!. 

        Sebelum melangkah lebih jauh tentang pernikahan beda kasta, penulis akan lebih dulu membahas tentang kasta. Kata kasta ini berasal yaitu ajaran Agama Hindu. Menurut ajaran Hindu kasta adalah status sosial yang disesuaikan dengan pekerjaannya. Dalam konsep tersebut diuraikan bahwa meskipun seseorang lahir dalam keluarga Sudra (budak) ataupun Waisya (pedagang), apabila ia menekuni bidang kerohanian sehingga menjadi pendeta, maka ia berhak menyandang status Brahmana (rohaniwan). Jadi, status seseorang tidak didapat semenjak dia lahir melainkan didapat setelah ia menekuni suatu profesi atau ahli dalam suatu bidang tertentu. 

        Pada zaman dulu, masyarakat Bali tidak diperbolehkan menikah dengan kasta yang berbeda, layaknya pernikahan beda agama dalam Islam. Seiring perkembangan zaman, aturan tersebut seharusnya sudah tidak berlaku lagi. Namun, sebagian penduduk Bali masih ada yang mempermasalahkan pernikahan beda kasta. 

        Menurut ajaran Hindu Bali pernikahan beda kasta sendiri ada dua macam, Pertama, kasta istri lebih rendah dari kasta suami. Pernikahan beda kasta ini-lah yang sudah sering terjadi di Bali. Pernikahan semacam ini biasanya memberikan kebanggaan tersendiri bagi keluarga perempuan, karena putri mereka berhasil mendapatkan pria dari kasta yang lebih tinggi. Dan secara otomatis kasta sang istri juga akan naik mengikuti kasta suami. Tetapi, sang istri harus siap mendapatkan perlakuan yang tidak sejajar oleh keluarga suami. Saat upacara pernikahan, biasanya batenan untuk mempelai wanita diletakan terpisah atau dibawah. Bahkan dibeberapa daerah, sang istri harus rela melayani para ipar dan keluarga suami yang memiliki kasta lebih tinggi. Walaupun zaman sekarang hal tersebut sudah jarang dilakukan, tapi masih ada beberapa orang yang masih kental kastanya menegakan prinsip tersebut demi menjaga kedudukan kastanya. 

        Kedua, kasta istri tinggi dari kasta suami. Pernikahan beda kasta seperti ini sangat dihindari oleh penduduk Bali. Karena pihak perempuan biasanya tidak akan mengijinkan putri mereka menikah dengan lelaki yang memiliki kasta lebih rendah. Maka dari itu, biasanya pernikahan ini terjadi secara sembunyi-sembunyi atau biasa disebut sebagai "ngemaling" atau kawin lari sebagai alternatifnya. Kemudian, perempuan yang menikahi laki-laki yang berkasta lebih rendah akan mengalami turun kasta mengikuti kasta suaminya, yang disebut sebagai "nyerod". Menurut kabar, sebagian besar penduduk Bali lebih menyukai dan lebih dapat menerima laki-laki yang bukan orang Bali sebagai menantu dari pada menikah dengan laki laki berkasta lebih rendah, dan mengalami penurunan kasta. Jadi, konsep kasta tidaklah sama dengan konsep kafaah dalam ajaran Islam. 

        Jadi Konsep kasta lebih ‘memaksa’ dan lebih mencakup kepada kehidupan sosial daripada kafaah. Dalam Islam status sosial tidak dipandang menurut pekerjaannya, semuanya sama. Hanyalah ketakwaan yang membedakan. Apabila dalam ajaran Islam kita dianjurkan untuk menghormati ulama, bukan berarti ada perbedaan strata sosial antara ulama dan orang biasa. Hal itu karena untuk menghormati ilmu, ketakwaan, dan keterikatan antara guru dan murid. Kasus ini sama dengan kita dianjurkan untuk menghormati orang yang lebih tua dan kedua orang tua yang telah mengasihi dan melahirkan kita. Bukan karena status sosial akan tetapi lebih kepada akhlakul karimah. 

        Kafaah menurut ulama fikih adalah sepadan, sama dan seimbang. Kafaah merupakan hak wali dan wanita yang akan menikah, kafaah dibutuhkan apabila wanita (perawan) tidak setuju untuk dinikahkan dengan pria tertentu. Maka wali harus menikahkan wanita tersebut dengan pria yang kafaah. Akan tetapi, apabila wanita sudah setuju untuk dinikahkan maka kafaah tidak lagi diperlukan. Di dalam konsep kafa’ah itu sendiri ulama’ lebih mengedepankan agama (lelaki sholeh) dari pada profesi atau kekayaaan. Walaupun faktor nasab juga dipertimbangkan. Ini dikarenakan faktor nasab/trah pengaruhnya juga kembali kepada sholeh tidaknya lelaki tersebut. Intinya kafaah itu bersumbu pada baik tidak agamanya. bukan kaya tidak orangnya.

     Dalam rumusan fikih juga dikenal dengan konsep ijbar (paksaan). Istilahnya memang sedikit sensitif, namun kita tidak boleh salah-paham dalam hal ini. Sehingga tidak akan merusak inti ajaran Islam, yaitu, memberikan kenyamanan bagi seluruh makhluk hidup (rahmatan lil alamien). Haqqul Ijbar adalah hak seorang wali untuk memaksa anaknya (perawan) menikah dengan laki laki pilihannya walaupun anaknya tersebut tidak menginginkannya. Akan tetapi pemaksaan ini bukanlah semena-mena. Pemaksaan wali dilegimitasi syariat apabila sesuai standart kafaah dan tidak dikhawatirkan terjadinya konflik keluarga (adawah ad-dhahirah). Pembatasan ini agar wali menikahkan anaknya atas dasar kasih sayang dan menjalani Islam bukan karena hawa nafsu semata. 

Kesimpulan 

     Bisa diambil benang merah dari penjelasan diatas bahwa apabila seorang wali memaksa menikahkan anaknya dengan lelaki pilihannya atas dasar profesi, kekayaan dan status sosial tanpa memandang kualitas agamanya maka itulah nikah paksa dalam arti yang sebenarnya. Karena hal ini tidak ubahnya seperti pernikahan sesama kasta yang sangat kental dengan doktrin Agama Hindu. Kasta hanya akan menciptakan kesenjangan sosial dan mengekang kebebasan dalam memilih pasangan, sehingga akan berakibat pada pernikahan paksa.

        Dan ujung-ujungnya adalah urusan materi dan kepentingan dunia. Berbeda dengan paksaan versi Islam yaitu Ijbar, karena mempunyai keterikatan dengan kafaah di mana konsep ini lebih mengedepankan kasih sayang orang tua dan urusan ukhrawi. Secara sepintas, ijbar adalah pemaksaan kehendak, akan tetapi apabila dipelajari lebih teliti lagi di balik pemaksaan ada hikmah yang besar. Seperti kata pepatah; di balik jamu yang pahit ada jaminan kesehatan di dalamnya. Wallahu a’lam.

 

Konsultasi Kami Melewati WhatsApp di bawah ini. Terima kasih

Hubungi Kami